Dasar Pemikiran

04
Jan

Dasar Pemikiran

Secara umum, Gereja Tuhan (orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus), harus melakukan dua tanggung jawab utama, yaitu PERINTAH AGUNG (Markus 12:30,31) dan AMANAT AGUNG (Matius 28:19,20)

Perintah Agung di Markus 12:30,31 tertulis sbb: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.

Perintah Agung ini mengingatkan Gereja Tuhan tentang eksistensinya, yaitu melayani Tuhan dan sesama manusia berdasarkan Kasih. Kasih adalah motivasi tertinggi Gereja dalam mengerjakan pelayanannya, menjaga keutuhan dan kesatuan Tubuh Kristus serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan bergereja. Kasih pasti menemukan solusi yang positif dalam setiap masalah dan menjamin penyelesaiannya secara tuntas dan damai. Bila Kasih dalam Gereja pudar, maka Gereja sesungguhnya telah kehilangan jati diriNya sebagai Tubuh Kristus dan tidak lebih dari organisasi sosial biasa.
 
Pelanggaran prinsip Kasih dalam bentuk apapun akan membuat Gereja “mati selagi hidup”. Sang jenius Albert Einstein mengatakan bahwa “mati selagi hidup” itu adalah tragedi yang paling mengerikan, sehingga kita harus mencegahnya dengan cara tinggal dalam Kasih Allah dan memelihara KasihNya agar tetap membara baik dalam ibadah kepada Tuhan maupun dalam membina hubungan dengan sesama manusia. Perintah Agung ini adalah barometer hubungan pribadi dengan Tuhan dan sesame manusia. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus dan Efesus, bahwa tanpa Kasih prestasi Gereja akan sia-sia (1 Korintus 13:1-3; Wahyu 2:1-7).
 
Kasih memurnikan Gereja dari praktek-praktek politik di dalam Gereja, fitnah, materialisme, gossip, iri hati, kebencian, dan lain-lain. Kasih memungkinkan Gereja bertumbuh dalam atmosfir sukacita dan damai sejahtera yang sehat, dinamis, dan supra natural, sehingga pertumbuhannya tak terbatas, hadirat Tuhan nyata, ibadah dan pelayanannya penuh mujizat.
 
Amanat Agung tercatat di Mat.28:19,20 sbb: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.
 
Amanat Agung menetapkan sasaran akhir untuk setiap kegiatan Gereja, yaitu jiwa-jiwa terhilang diselamatkan. Makin tinggi sasaran jiwa yang ditetapkan, makin tinggi pula “harga” yang harus dibayar untuk mencapainya. Tanpa penetapan sasaran jiwa, Gereja akan terjebak pada rutinitas kegiatan sehari-hari, sehingga tanpa sadar kegiatan bisa menjadi sasaran pelayanannya.
 
Gereja yang demikian akan tetap berjalan dengan kegiatan rutinnya, tetap dengan slogan “selamatkan jiwa”, tapi tidak misioner. Tetap eksis, tapi tidak “berfungsi” sebagai kepanjangan tangan Tuhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa terhilang. Gereja yang tidak misioner, akan mudah terseret pada jerat materialisme dan kecenderungan membangun “kerajaannya” sendiri, padahal Gereja seharusnya membangun Kerajaan Allah. Gereja seperti ini telah menyia-nyiakan Karya Keselamatan Kristus bagi dunia ini.
 
Sebab itu keberhasilan pelayanan Gereja tidak diukur dari berapa banyak keuangan, asset atau fasilitas yang dimilikinya, tetapi dari pertumbuhan kualitas rohani dan kuantitas jemaat yang berasal dari jiwa-jiwa terhilang yang berhasil dijangkaunya. Contoh gereja yang sukses saat ini ada di China, meskipun mereka tidak memiliki gedung gereja dan berbakti di hutan-hutan, gua-gua, dsb sebagai “underground church”, tapi tiap hari ada 60,000 orang percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat.
 
Di samping menetapkan sasaran jiwa, Tuhan juga mengajarkan pola kerja untuk mencapai sasaran tersebut, yaitu dengan “menjala” manusia. Dalam Injil Matius 4:19 Yesus berkata kepada murid-muridNya: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.Jala sering ditafsirkan sebagai “net-work” (jaringan kerja sama) di antara sesama Tubuh Kristus yang terikat dan rapi tersusun dalam semua bagian pelayanannya (Efesus 4:16). Tuhan tidak mengenal adanya “super star” atau “one man show” dalam Gereja karena semua bagian anggota Tubuh Kristus harus terlibat dalam pelayanan sesuai fungsinya masing-masing. Karena itu keberhasilan Gereja adalah keberhasilan bersama dari seluruh JemaatNya karena dipimpin oleh Kristus Sang Kepala Gereja.
 
Teamwork dalam pelayanan gereja sangat dianjurkan dalam rangka menjalin network. Tujuan utama membentuk team work adalah untuk dapat “sama-sama kerja supaya sama-sama ringan“. Dalam kerja teamwork, tidak boleh ada yang merasa “superior” sebab tidak ada anggota team yang dapat berfungsi tanpa ditopang oleh fungsi anggota team lainnya. Teamwork yang efektif selalu berorientasi pada hasil kerja (end results). Anggota team dapat bekerja dengan fleksibel sesuai dengan waktu, talenta, dan gaya masing-masing namun tetap pada arah sasaran yang sama yang telah ditetapkan, yaitu jiwa-jiwa diselamatkan. Team work yang demikian akan dinamis dan produktif, pelayanan berjalan baik dan jiwa-jiwa dimenangkan!
 
Meskipun orientasinya pada hasil kerja, teamwork yang efektif tidak mengabaikan proses (cara kerja) dalam mencapai hasil tersebut. Efektivitas dijaga dengan terus mengevaluasi proses yang telah dilakukan sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan hasilnya. Untuk mengevaluasi efektivitas ini, kita semua harus sepakat untuk tidak mencari “siapa” yang salah, karena hal ini hanya akan melukai satu sama lain. Sebaiknya kita harus cari “apa” yang salah, maka kita akan berusaha menemukan masalahnya dan sekaligus mencari jalan keluar. Apa yang kurang baik diperbaiki, apa yang sudah dianggap “baik” harus makin ditingkatkan.
 
Ketika masing-masing anggota team bekerja dan melakukan fungsinya, bisa saja terjadi “pergesekan”. Pergesekan dalam kerja itu “sehat”, karena menunjukkan adanya semangat untuk bertanggung jawab serta keinginan untuk maju. Ibarat mobil yang berjalan maju dengan pesat, maka pergesekan antara ban mobil dengan jalan dan udara yang dilaluinya juga akan makin besar. Pergesekan menjadi “tidak sehat” bila motivasinya ingin menjatuhkan orang lain demi kepentingan pribadi dan insecurity (cemburu melihat keberhasilan orang lain karena dianggap sebagai ancaman terhadap kenyamanan kedudukannya). Karena itu, saling menghargai fungsi dan kerja orang lain akan membuat sukses kerja sama Team Work yang bersifat jangka panjang.
 
Kerja sama atau net-working di antara sesama Tubuh Kristus adalah pola Alkitabiah yang sudah terbukti efektif dalam melakukan Amanat Agung. Lewat net-working ini Gereja dihindarkan dari kesombongan rohani dan disadarkan bahwa Tubuh Kristus itu saling membutuhkan dan saling melengkapi. Net-working juga dapat menjadi alat Tuhan untuk membangun karakter rendah hati dan kesatuan Gereja, karena kita dapat belajar dari keunggulan maupun kekurangan orang lain.
 
Kesatuan adalah kata kunci dalam net-working. Kesatuan ibarat bahan bakar yang menggerakkan masing-masing potensi Tubuh Kristus sehingga dapat saling melengkapi. Segala bentuk pertikaian dan perpecahan dalam Gereja adalah bukti keberhasilan roh pemecah untuk mengalihkan perhatian Gereja dari pelaksanaan  Amanat Agung yang mulia kepada pemuasan kedagingan yang rendah.
 
Untuk melakukan Amanat Agung, tidak ada pola kerja yang lebih terpercaya dan efektif selain net-working, baik di antara jemaat dalam satu organisasi Gereja maupun dengan organisasi yang lain, karena pada hakekatnya semua Gereja adalah rekan sekerja Allah dalam memenangkan jiwa-jiwa terhilang (1 Kor.3:9).